Rabu, 12 Juni 2013
Optimalisasi Kekuatan Otak Manusia
OPTIMALISASI OTAK MANUSIA
Charles Tebbets dalam buku ‘Miracle on Demand’ mengatakan ada Seven psychodynamic of a Symtom yaitu;
1) Self-Punishement (menghukum diri-sendiri). Misalnya seorang anak yang nilainya selalu rendah, karena dia kasihan dengan kakaknya (yang satu kelas dengannya) yang dimarahi karena nilainya kalah dengannya waktu lampau. Atau seorang wanita yang tidak mampu mengurangi berat badannya karena dihianati seorang laki-laki (karena mencintainya lantaran fisiknya semata). 2) Past experience (Pengalaman masa lalu (trauma). Takut matematika, kucing kecoa dan lain sebagainya seperti diatas.
2) Internal Conflict (Konflik Internal), misalnya sakit kelapa saat akhir pecan. Ini disebabkan karena keinginan kerja keras, untuk keluarga, dirinya tetapi merasa bersalah karena keinginan berkumpul keluarga, hari-hari libur, juga kewajibannya.
3) Unresolved present issue (Masalah yg belum terslesaikn). Symtomsy ini mengatakan, saya tidak suka dg apa yg anda lakukan. Misalnya; ‘Sari awan’, bibir pecah-pecah kalau kerja belum selesai atau terobsesi.
4) Secondaring gain (menginginkan keuntungan sekunder). Misalnya sakit kepala karena ingin diperhatikan oleh keluarga, suami. Seorang anak atau orang dewasa mengatakan dia terkenan gangguan X (sakit tertentu, atau merasa diserang orang lain secara ghaib atau makhluk halus), yang tujuannya adalah untuk menghindar dari kewajibannya. Misalnya seoarang suami yang gagal bekerja dengan baik untuk mencukupi keluarganya, seoarang anak 35 tahun belum bekerja, berkeluarga dan seterusnya. Ini semuan bertujuan untuk menghindar dan membuat lumrah kelakuaannya sekarang (dimaklumi atau malah dikasihani, diperhatikan).
5) Identification, ini terjadi pada contoh seoarang perempuan yang ingin berbadan kurus, padahal postur tubuhnya sudah ideal, ternyata wanita itu menginginkan dirinya seperti bintang film X.
6) Imprint. Ini terjadi kekeliruan-kekeliruan yang aneh, tidak masuk akal dan seterusnya yang menyebabkan perilaku ‘abnormal’. Dan penyebabnya adalah kepercayaan yg ditanamkn pada seseorang oleh seoarang ‘otoritas’ atau figur tertentu.
Sebagai kata penutub bagian ini, saya mengutib beberapa pakar; Sir William Osle berkata; Penyakit TBC lebih kearah pikiran pasien daripada apa yg ada diparu-parunya. Lousi Pastuer dan Claude Bernard berdebat sepanjang hidup. Mengenai mana yg lebih penting dari sebuah penyakit. Kekuatan Lahan-nya, ketahanan tubuh orangnya atau bibitnya, virus yang menyerangnya. Dan akhirnya Pasteur yakin lahanlah yang lebih penting (tanpa menafikan bibitnya). Tetapi sayangnya walaupun konsep ini diyakini tetapi kedokteran sekarang, juga psikologi lebih kearah penyakit (abnormalitas yang diperhatikan lebih dominan). Kita yang menangkap penyakit bukan penyakitnya yang datang. Sayang Dokter jarang balajar orang sehat. Dokter jarang merenungkan bahwa sikap terhadap pasien menentukn kwalitas layanan dan kwalitas hidupnya. Selama kita belajar (mahasiswa) baik itu kedokteran juga psikologi (psikologi dengan Martin Seligman, sudah mulai berubah), kita tidak disembuhkan, namun diharapkan untuk meyembuhkn. Kita tidak diajari jadi orang tua, tapi diharapkan dan harus jadi orang tua. Inilah masalahnya…..
Bagaimana dengan lembaga-lembaga pendidikan kita? Dimana disanalah anak-anak mulai dari pra-TK, TK, saat anak-anak mulai belajar emosinya; berbagi, bersosialisasi, belajar kejujuran, percaya diri, kepemimpinan, belajar bagaimana seharusnya belajar, berdisiplin, menghargai orang lain dan seterusnya.
Apakah guru-guru kita, lembaga pendidikan kita, pemerintah juga orang tua, sudah menghayati betapa pentingnya peng-kaya-an emosi anak-anak kita? Sudahkan para guru dibekali sedikit atau banyak ilmu-ilmu perilaku bahkan hubungannya dengan kesehatan? Karena kesalahan diawal, akan membuat kesulitan kedepannya.
Sumber : http://pendidikanpositif.wordpress.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar