Rabu, 12 Juni 2013
Peta Pikiran Bawah Sadar
Peta Pikiran Bawah Sadar
Ada beberapa teknik dan metode untuk memasukkan sesuatu Ke atau menjadi Pikiran Bawah Sadar (sCM) yaitu;
1) Repitisi / pengulangan
Sesuatu hal yang kita ulang-ulang akan masuk ke long-term memory (memory jangka panjang), dan dalam pengendapan selanjutnya masuk ke sCM. Contoh; Bersepeda, berenang, menulis, hitungan matematika sederhana, berjalan, makan, berpakaian dan seterusnya. Awalnya adalah belajar, berlatih, mengingat, tetapi akhirnya mengerti, faham, diulang-ulang menjadi semacam kemampuan ‘reflek’.
2) Identifikasi kelompok/keluarga (cara bicara, sholat, cara makan, pakaian).
Cara bagaimana kita makan, kesukaan kita, gaya bicara kita, ‘cengkok khas dalam bicara kita’ dlsb. Yang menarik ada suatu penelitian, bahwa banyak penyakit yang diidentifikasi sebagai keturunan (misalnya diabetes mellitus), walau ‘memang itu benar’, tetapi banyak pakar penyakit dalam dunia mengatakan; gaya makan kita, pola makan kita, bahkan apa yang kita suka dan tidak kita suka itu seringkali dipengaruhi oleh lingkungan kita (utamanya orang tua). Makanya jangan heran bila makanan yang paling kita suka adalah masakan ibu kita masing-masing, mengapa? Sebab itulah yang sejak kecil ‘diajarkan’, dikondisikan pada kita. Kalau orang tua suka manis cenderung masakan dan makanannya manis, kalau suka makan, maka kulkasnya pasti ‘penuh’ dan seterusnya, yang pada akhirnya berkecendrungan menurun kepada kita. sehingga karena pola makan dan lainnya itu ‘mirip’, maka penyakitnyapun berkecendrungan punya kemiripan. Bukan karena keturunan (genetic), tapi keturunan, kesamaan pola hidup dan kebiasaan hidup (utamanya makan).
Sehingga sekarang, riwayat penyakit keturunan, banyak dicoba ‘dimodifikasi’, menjadi pola lingkungan yang dominan berpengaruh secara sama. Ini bukan berarti menafikan penyakit keturunan sebagai tidak ada.
3) Ide yg disampiakan oleh otoritas.
Ini walaupun tidak selalu, tetapi kadang, apa yang disampaikan oleh guru, otoritas keagamaan, ajaran-keyakinan tertentu. Setelah masuk, tidak terpikirkan lagi, dan menjadi atau masuk ke sCM. Sulit sekali diubah apalagi dihilangkan, kecuali dengan diskusi, pemahaman atau pola tindakan lain. Tetapi butuh waktu yang tidak mudah.
4) Emosi yg intens (penglaman kecil atau yg traumatis).
Kita seringkali melihat seorang anak remaja, bahkan orang dewasa yang takut pada binatang tertentu. Misalnya Kucing, laba-laba, kecoa atau lainnya. Takut/fobia ketinggian, air (renang) dan lain sebagainya. Ketakutan ini bukan karena binatang itu berbahaya, tetapi karena pengalaman atau emosi yang sangat intent saat kecil. Kemudian pengalaman itu masuk ke sCM. Dan perlu kita ketahui bahwa, saat kecil RAS (Reticular Activating System), semacam saklar antara CM dan sCM sangat terbuka, sehingga memudahkan pengalaman-pengalaman itu masuk langsung ke sCM. Makin dewasa makin sulit, karena penyaringannya cukup intens.
Sekadar Contoh;
Kami punya pengalaman saat menterapi seorang anak, yang hampir semua pelajarannya bagus. Nilainya 7, 8 bahkan sebagiannya 9. Kecuali pelajaran Matematika, anak itu selalu mendapat 6 atau bahkan 5. Walaupun pelajaran Fisika dan Kimia anak yang sama itu selalu mendapatkan nilai 8 atau 9. Dalam kategori Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders(DSM-IV), kitab suci para psikiatri, yang menentukan criteria seorang itu abnormal atau tidak. Anak itu tidak bisa dimasukkan ke Diskalkulia (penyakit punya problema matematika secara psikiatry). Test formal IQ (Binet dan WAIS) normal. Setelah dilakukan observasi tertentu, maka diketahui bahwa anak itu punya masalah ini sejak kelas 4 SD. Dimana nilai matematika yang buruk itu awal mulanya muncul dikelas itu. Setelah diselidiki, ternyata si-anak punya pengalaman ‘sangat buruk’ terhadap seorang guru (matematika) saat dia di kelas 4 SD itu.
Saya sendiri juga punya pengalaman yang sama, takut sekali atau bahkan ‘fobia tingkat rendah’ terhadap laba-laba. Sehingga apabila ada laba-laba dirumah (saya sendiri heran, dulu saat saya kecil, banyak laba-laba dirumah-rumah, sekarang sepertinya jarang sekali itu terlihat, kecuali yang kecil-kecil), persisnya dibagian rumah tertentu, misalnya dikamar tidur atau dikamar mandi. Saya tidak berani memasuki tempat itu sama sekali, atau kalau terpaksa harus masuk, masuk dengan sangat hati-hati, cepat dan menghasilkan keringatan dan pacuan jantung yang cukup kencang. Setelah dewasa ini, dengan ‘Terapi Kognitif’, (saya lakukan sendiri, menggunakan teknik Aaron T. beck), mengajak dialog diri dan rasionalisasi mengapa, dan mengapa. Akhirnya ketakutan itu cukup menghilang. Bahkan terakhir semacam pembuktian, bahwa terapi yang saya lakukan sendiri itu sudah cukup. Saya mencari laba-laba yang biasanya menakutkan, dan memang tidak berbisa. Saya usahakan laba-laba itu menyentuh bagian tangan saya.
Banyak sekali emosi-emosi intent itu menggaggu saat dewasa, karena pengalaman-pengalaman yang salah saat kecil. Contoh-contohnya adalah; takut darah, takut bicara didepan kelas, takut kucing, takut naik pesawat, takut membaca mauled-nabi bersama-sama dan seterusnya.
Upaya-upaya Terapi:
Untuk anak-anak yang takut bicara didepan kelas, penulis punya pengalaman menarik dan ingin membagikan disini, karena ini penting buat pendidikan dikelas untuk guru-guru dan anak-anak. Saat mengajar career development (bahasa keren dari guru BK) untuk anak-anak kelas 3 SMA. Penulis memberikan ceramah-ceramah motivasi dan test-test kepribadian sederhana. Salah satunya adalah, penulis meminta kepada anak-anak saat itu baik IPA maupun IPS untuk menulis apa yang mereka inginkan tapi tidak mampu lakukan, atau yang mereka anggap kejelekan saat ini dan ingin mereka rubah. Mereka menulis 10 hal tentang itu. Tanpa nama atau identitas lainnya, sehingga mereka mau mengeluarkan apa problem mereka, tanpa malu-malu. Dan benar, hampir semua hal dikeluarkan. Misalnya; suka mengejek teman, suka berkata kotor, jarang sholat, tidak disukai teman, boros, bahkan ada yang kurang baik disampaikan disini dan lain sebagainya. Rencana penulis saat itu, akan mengkategorikan problem-problem yang sama, untuk data sekolah dan penulis sendiri akan mengambil dua atau tiga hal yang nantinya bisa langsung dipraktekkan untuk ‘diupayakan diselesaikan’ problem itu secara massal (terapi). Maka keluarlah salah satunya adalah ‘Tidak bisa bicara didepan kelas’, tetapi kalau berbincang-bincang 3 sampai 6 orang mereka tidak ada masalah.
Pertanyaan yang kami ajukan saat itu kepada mereka adalah, ini dilakukan setelah rapport (kepercayaan dan hubungan ‘sangat baik’) sudah didapat, mengapa kamu tidak bisa bicara didepan kelas? Jawabnya adalah malu, takut, ndak tahu pokonya ndak bisa. Kami sementara berkesimpulan dari beberapa literature, problem utamanya adalah takut salah, malu, takut ditertawakan orang dst semacam itu. Maka kami berkesimpulan bahwa rasa jaga image (jaim) harus dihancurkan ‘sedikit’. Ketakutan ditertawakan, malu melakukan hal-hal yang agak konyol walaupun didaerah yang ‘diperbolehkan’ harus dikurangi. Maka kami melakukan eksperimentasi dengan; memberikan pemahaman secara konseptual-teoritis (semacam dialog Psikologi-Kognitis, mengapa kamu takut, ini lho masalahnya, tidak ada alas an untuk takut, pentingnya mampu bicara didepan umum, begini, begitu dan seterusnya) lalu, setelah pemahaman dianggap cukup. Pertama, anak-anak disuruh mengurangi ke jaim-annya dengan; anak-anak disuruh untuk berteriak-teriak cukup keras bahkan sekeras-kerasnya (tanpa menganggu kelas lain, karena memang kelasnya tertutup), didepan kelas, didepan teman-temannya, secara bergantian. Sekitar 2-3 menit. Tidak ada materi apapun yang perlu diteriakkan, yang terpenting mereka mau dan bisa berteriak didepan teman-temannya. Dan betul dugaan kami bahwa sebagian dari mereka itu enggan disuruh teriak-teriak, kecuali setelah agak sedikit ‘dipaksa’, dengan ayo, ayo coba, ndak apa-apa kok dlsb. Kedua, anak-anak disuruh ‘berjoget’ apapun, ‘melakukan perbuatan konyol’ didepan umum, tanpa dikondisikan. Saat itu anak disuruh berjoget saat anak-anak turun dari masjid. Sehingga ‘tekanannya’ tidak terlalu tinggi buat mereka (anak-anak yang menjalani terapi), walaupun segi jumlah akan ada ratusan anak yang sedang lewat (ada yang memperhatikan ada yang tidak otomatis). Setelah terapi ini 6 kali, hampir semua anak dari 8 anak yang dilakukan terapi, berani dan punya kemajuan yang sangat berarti untuk berbicara didepan kelas.
5) Hipnotis/Kondisi Alfa
Orang-orang yang dihipnotis itu yang diajak komunikasi adalah sCM-nya.
Mekanisme dan Topografi Otak Sadar dan Tidak Sadar (Mekanisme kerja Syaraf Simpatis dan Parasimpatis)
Sistem Syaraf otonom kita, terdiri dari sistem Syaraf Simpatis dan Parasimpatis. Beberapa fungsi syaraf simpatis antara lain; Dilatasi (Pelabaran Pupil), Penghambatan Aliran Kelenjar Ludah (Saliva), Penghambatan Kelenjar Parotid,Sublingualis dan Submandibularis, Aselerasi ( Penambahan) Denyut jantung. Dilatasi Brongkus Pulmo (Paru-paru), Penghambatan Gerak Paristaltik dan Sekresi Asam lambung. Penghambatan Usus Halus, Kolon Proksimal dan Distal. Penghambatan Kanting Urine. Stimulasi Konversidari Glikogen Otot Sekresi Hormon Adrenalin dan Noradrinaliln. Relaksasi Ringan Pada Bola mata. Sekresi yg banyak pada Kelenjar Keringat, Meningkatkan Glukosa darah , Meningkatkan Metabolisme basal (Aktivitas mental meningkat), Ejakulasi pada penis dll.
Fungsi syaraf Parasimpatis, Kebalikan dari Syaraf Simpatis yaitu; Kontriksi (Penyempitan) Pupil mata, Stimulasi kelenjar Saliva, Perangsangan Kelenjar Paroid, Sublingulis dan Submandibularis. Perangsangan Gerak Paristaltik dan Sekresi asam lambung. Perangsanngan kolon bagian proksimal dan Distal Perangsangan Pangkreas. Pengurangan denyut jantung, Kontriksi Brongki, Stimulasi cairan empedu dan kantung Empedu. Kontriksi Kantung urine, dll.
Contoh kerjanya; Saat kita terperanjat terkejut, maka sismtem syaraf Simpatik bekerja dengan; pupil kita membuka lebar (berfungsi agar cahaya masuk lebih banyak, pemahaman akan sesuatu itu akan ‘lebih’ karena cahaya masuk lebih banyak, dan kalau terkejut itu hal yang menakutkan, maka informasi itu disampaikan keotak, dan otak memerintahkan saraf dan hormone tertentu, mengirim informasi itu kebagian jantung, jantung berdetak cepat, mengirim kebagian lain, hormone yang mengatur keluarnya keringat akan berkerja dst..dst. Apabila kejadian itu sudah selesai, maka Sistem Para simpatik bekerja, mengembalikan pupil mata menjadi normal, detak jantung kembali normal, demikian juga sekresi keringat dan lain-lainnya.
Penjelelasan sederhana Bagaimana Alam Bawah Sadar Diketahui
Bagimana alam-bawah sadar diketahui dan dipelajari? Ini sebenarnya menyangkut ilmu psikologi, khususnya psiko-analisis Sigmund Frued dan teman-temannya. Inti teori Frued adalah; manusia memiliki Id (dorongan dorongan instingtual), Ego (mencoba untuk melaksanakan dan melakukan sesuatu yang diinginkan oleh dorongan id) dan Super-Ego (idealism-idealisme, ajaran agama, guru, orang tua dan lain sebagainya). Manusia punya insting flight and fight (Lari dan lawan), ini dikarenakan otak reptile kita. Karena mekanisme flight and fight (Lari dan lawan) sudah kurang digunakan, atau tidak boleh digunakan pada zaman modern ini, tetapi kecemasan sangat banyak dan meningkat. Maka manusia butuh mekanisme baru dalam flight and fight (Lari dan lawan) berupa ‘pelarian’ atau mekanisme pertahanan diri lain dalam kondisi di alam-bawah sadar.
Contoh, seorang anak dipaksa kakaknya melakukan sesutau yang dia tidak suka, dalam permainan sehari-hari. Anak itu bisa melakukan mekanisme dasarnya (lawan atau lari, menolak atau berkelahi), tetapi berkelahi tidak mungkin disamping karena kalah besar (ego), atau karena tidak etis (super ego mengatakan, itu kakakmu, kurang ajar dengannya dosa dst..dst), maka konflik terjadi, dimana ada ketidaksukaan, kejengkelan, tetapi melawan tidak bisa. Untuk menyelesaikan masalah ini, ada mekanisme yang namanya represi. (Represi maksudnya adalah proses psikis yang tak sadar dimana suatu pikiran atau keinginan yang dianggap tidak pantas, disingkirkan dari kesadaran).
Tetapi dalam teori psikoanalisis mengatakan, pikiran atau keinginan tersebut dengan demikian tidak ditiadakan begitu saja, tetapi hanya dipindahkan ketaraf lain yaitu taraf tak sadar. Ini terkadang mengalami Khatarsis (pelepasan), saat malam hari, dimana anak itu mengigau, teriak-teriak, atau menangis atau lainnya.
Contoh lain, anak jengkel terhadap sekolahnya, gurunya atau lainnya. Tetapi jelas si-anak tidak mungkin melakukan lawan atau lari. Menolak keras dengan gurunya, lari tidak sekolah atau lainnya. Kejengkelan-kejengkelan itu harus diadakan mekanisme pelarian dalam bentuk represi dialam bawah sadar. Ini bisa mengalami pelepasan saat tidur, marah-marah saat pulang sekolah, tidak suka pelajaran itu, sampai terkena psikosomatis (penyakit fisik tetapi penyebabnya adalah masalah emosi-psikologis), misalnya anak sakit perut saat pagi. Keinginan alam bawah sadar menghindar sekolah, bisa yang lainnya). Dan sakit-sakit yang lain yang lebih parah. Penyakit kanker misalnya banyak terindikasi pada anak yang hubungan dengan orang-tuanya kurang baik (mekanisme penahanan kejengkelan itu salah satu penyebabnya).
Terkadang seseorang menderita karena emasionalnya yang selalu goyah dan tidak dapat dikuasai olehnya. Bisa juga seseorang selalu merasa amat kecil hati, sehingga semangatnya lumpuh, karena ia mengira tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik, atau terkadang seseorang merasa malu dan terganggu bila berada ditengah-tengah kerumunan orang yang tidak dikenal (di pesta, pameran atau lainnya). Kadang seseorang mengalami kesulitan besar dalam menjalankan pekerjaannya atau mengambil keputusan penting tanpa mengetahui sebabnya. Pada suatu hari kadang seseorang bisa diserang rasa cemas yang hebat, sehingga dengan itu, sejak saat itu ia tidak sanggup lagi berjalan sendirian dijalan raya atau naik kendaraan umum, kecuali dengan sangat memaksakan diri. Bahkan terkadang orang tidak berani keluar rumahnya atau naik kendaraan umum sama-sekali. Ada juga orang yang setiap kali setelah makan ia harus memuntahkan makanan itu, sebuah gejala bila berlangsung lama bisa fatal (dalam istilah medis ini disebut, anarexia nervosa. Istri pengeran Inggris, Ledy Diana terkena penyakit ini). Penyakit ini bisa dikarenakan konflik batin antara keinginan makan banyak tetapi dorongan sebagai Ledy, istri pangeran harus kurus, indah dan seterusnya).
Bila kita ke-dokter dengan gangguan itu, maka dokter akan memeriksa organ mana yang bermasalah, yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakit itu. Padahal kalau dilihat semua, orang itu normal dan sehat. Akhirnya mungkin sang-dokter menasehatkan beberapa pola makan atau hidup pasien, atau memberikan resep obat tertentu. Tetapi ‘secara umum’, cara itu akan tingkat keberhasilannya minim bahkan tidak berhasil sama sekali. Sebab penyakit itu adalah penyakit psikosomatis, artinya adalah probleminya psikogenis (sebab-sebabnya adalah psikis).
Kesalahan umum kita (terutama ‘awam’), kita pergi ke-dokter syaraf, atau ke para-normal, bukannya pergi ke Psikolog. Inilah salah satu kerja Psikolog dalam mengobati pasien-pasien seperti diatas (bisa dengan terapi psikoanalisis, terapi psiko-kognitif, bisa terapi Beharivioris atau R-E-B, Rational-Emotive-Behavior dari Albert Ellis, misalnya, dan lain sebagainya.
Bersambung ke empat…..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar